Selasa, 04 September 2012

KEBIASAAN MENYALAHKAN ORANG LAIN

(¯`*•.¸☆♥ KEBIASAAN MENYALAHKAN ORANG LAIN ♥☆¸.•*´¯)

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

Assalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Mengamati kejadian sehari-hari diseputar kita, takkan pernah lepas dari caci maki dan sejuta sumpah serapah. Nggak dijalan, nggak di kantor, nggak di mall, nggak dirumah, nggak dimana saja, terkadang seringkali kita sadari maupun tanpa kita sadari kalau kita begitu cepat menyalahkan orang lain, apabila kita mengalami kejadian yang kurang mengenakan bagi diri kita. Entah masalahnya yang terkadang cukup sepele, maupun masalah yang lumayan serius.

Hem….benarkah sikap yang telah kita perbuat tadi adalah kebiasaan kita yang tidak kita sadari, terbentuk dari sikap kita sedari kecil ?.

Mengingat kejadian seperti ini membuat saya teringat, cerita yang kisahkan oleh Bapak Andrie Wongso tentang kisah : “Noda Hitam di atas Kertas Putih”.

Kisahnya kira-kira begini :

Di sebuah desa, tinggallah sebuah keluarga bersama anak tunggal mereka. Karena anak semata wayang, si anak cenderung manja. Orang tuanya sering menasehati kebiasaannya yang kurang baik itu. Terutama kebiasaannya menyalahkan orang lain, entah kawan ataupun orang tuanya sendiri. Anak itu pandai mencari-cari dan menunjukkan kesalahan orang lain, bahkan kadang hanya bertujuan untuk mempermalukan orang yang berbuat salah walaupun tanpa sengaja.

Suatu hari, karena kurang hati-hati anak tersebut terjatuh. Segera dia berteriak ke ayahnya dan menyalahkannya karena meletakkan ember sembarangan.

Kemudian ayahnya berkata, “Bukan salah ayah atau embernya, karena ember tsb setiap hari berada ditempatnya. Itu terjadi karena kamu kurang berhati-hati”.

Dengan bersungut-sungut si anak pergi begitu saja.

Pada suatu ketika, si anak berjalan-jalan di pinggir hutan. Di tengah hutan, matanya tertuju pada sekelompok lebah yang mengerumuni sarangnya.

“Wah, madu lebah itu pasti enak dan menyehatkan badan. Aku akan usir lebah-lebah itu dan mengambil madunya !”.

Maka, ia pun mengambil sebatang bambu dan mulai menyodok sarang lebah dengan keras. Ribuan lebah merasa terusik dan berbalik menyerang si anak. Melihat binatang kecil yang begitu banyak beterbangan ke arahnya, segera dia berlari terbirit-birit. Lebah-lebah yang marah pun mengejar dan mulai menyengat.

“Aduh… tolong…tolong,” anak itu berusaha lari dan menghindar.

Ketika tiba di tepi sungai, segera dia menceburkan diri ke sana. Tak lama kemudian, lebah-lebah itu pergi meninggalkan buruannya yang basah kuyup dan kesakitan. Dari kejauhan, mendengar teriakan anaknya, sang ayah bergegas berlari mendatangi untuk menolongnya.

Setibanya di sana, si anak dengan muka kesal dan nada marah berkata keras ke ayahnya,
”Mengapa ayah tidak segera menolongku ?”.
“Lihat bajuku basah kuyup, badanku sakit terkena sengatan lebah !”.
“Seandainya ayah sayang padaku, pasti sudah berusaha menyelamatkanku sehingga aku tidak perlu mengalami hal seperti ini “.
“Semua ini salah Ayah!” .

Sang ayah yang berniat menolong menjadi terdiam kaget dan menghela napas. Mereka pun berjalan pulang ke rumah bersama sambil berdiam diri.

Malam harinya, menjelang tidur, sang ayah menghampiri anaknya sambil membawa selembar kertas putih dan berkata,

”Anakku, apa yang kamu lihat dari kertas ini?”

Setelah memperhatikan sejenak si anak menjawab,
”Itu hanya kertas putih biasa, tidak ada gambar !”.
“Kenapa ayah menanyakan?”.

Tanpa menjawab, ayahnya menggunakan sebuah bolpen untuk membuat sebuah titik hitam di kertas putih itu.

” Sekarang , apa yang kamu lihat dari kertas putih ini?”.

”Ada gambar titik hitam di kertas putih itu !”, jawab si anak keheranan.

”Anakku, mengapa engkau hanya melihat satu titik hitam pada kertas putih ini?”.

“Padahal sebagian besar kertas ini berwarna putih”.

“Ketahuilah anakku, kertas ini sama seperti cara pandangmu”.

“Betapa mudahnya kamu melihat kesalahan Ayah maupun orang lain, padahal masih begitu banyak hal-hal baik yang telah Ayah dan orang lain lakukan kepadamu”.

“Semua kebaikan orang lain, seberapa besar pun seakan-akan tidak ada artinya, sebab engkau hanya melihat dan memperhatikan noda hitam itu, yakni kesalahan orang, yang walau sekecil apa pun menjadikanmu marah-marah dan tidak senang hati”.
“Sikapmu sungguh tidak terpuji dan harus kau ubah !”.
“Kesialan yang datang padamu karena ketidak hati-hatianmu, jangan limpahkan kekesalanmu kepada orang lain”.

“Sekarang, apakah kamu mengerti ?”.
Pembaca yang bijak,

Pepatah mengatakan, ”Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan kelihatan.”

Kalau pada setiap masalah yang timbul kita bisa melihat kelemahan kita dahulu, bukan kesalahan orang lain, maka sikap positif seperti itu akan memudahkan kita memecahkan setiap problem yang muncul.

Kita akan bisa mengoreksi kesalahan dan sekaligus mengembangkan kekayaan mental kita demi kemajuan diri.

Sebaliknya kebaikan orang lain, sekecil apa pun, janganlah menjadi tidak berarti di mata kita. Apalagi kebaikan orang tua sendiri. Titik hitam yang tergores, apalagi bila tidak sengaja, tidak berarti menghilangkan dan menutupi lembaran luas di kertas putih yang berupa semua kebaikan yang telah dilakukan untuk kita.

Mari kita koreksi diri sendiri, sebelum menyalahkan orang lain. Lihat benar-benar dari manakah sumber sebuah masalah, jangan terburu menyalahkan orang lain atau mencari kambing hitam. Sebab dengan mau mencari tahu kesalahan dan kelemahan diri sendiri, maka kita siap untuk belajar dan memperbaiki kesalahan yang ada. Dengan sikap positif yang sudah terbangun, tentu ini merupakan modal kita untuk menciptakan kesukseskan hidup yang lebih baik.

Kalau kita bisa memandang secara positif setiap masalah yang muncul dari kacamata kelemahan kita dahulu, bukan pada kesalahan orang lain, maka kita akan mudah mendapatkan solusi yang berbaik dalam memecahkan problem itu.

☆♥♥☆ senyum.... ☆♥♥☆
Salam Santun Erat Ukhuwah Duhai Sahabat Fillah

copas sebuah catatan 

Tidak ada komentar: